Masyarakat umum sering menganggap pecel dan lotek serupa. Meskipun kuliner ini hanya sayuran rebus dan sambal kacang biasanya mereka gunakan sebagai bahan utama, komposisi, rasa, dan sejarah keduanya sangat berbeda.
Pecel berasal dari wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur di Indonesia. Ia dikenal karena penyajiannya yang sederhana, makanan ini memiliki cita rasa yang kuat. Biasanya, pecel terdiri dari sayuran seperti kangkung, bayam, kacang panjang, dan tauge yang direbus, lalu disiram dengan sambal kacang pedas.
Kemendikbud (2019) dalam buku Kuliner Tradisional Indonesia melansir bahwa pecel dikenal sebagai makanan rakyat yang berkembang di wilayah agraris, di mana ia mencerminkan gaya hidup masyarakat Jawa yang praktis dan bergizi.
Perbedaan Rasa Kuliner dan Pengaruh Budaya
Sebaliknya, lotek sangat umum di Jawa Barat, terutama Bandung. Sayur rebus juga kita gunakan dalam lotek, tetapi biasanya ada kol, wortel, dan tahu. Rasa bumbu kacangnya adalah hal yang paling membedakan pecel dan lotek. Karena ia menggunakan gula merah dan kadang-kadang bawang putih mentah, bumbu lotek cenderung manis sedangkan pecel cenderung gurih dan pedas. Sebelum disajikan, bumbu lotek juga sering mereka tumbuk langsung dengan cabai dan bahan lain seperti kentang di cobek.
Studi dari Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM (2021) menyatakan bahwa perbedaan rasa ini menunjukkan budaya kuliner masing-masing daerah. Orang Jawa Barat dikenal menyukai rasa manis dan segar, yang membuat lotek lebih ringan. Di sisi lain, orang Jawa Tengah dan Timur lebih menyukai rasa pedas dan pekat, seperti pecel.
Baca juga: https://naramakna.id/nasi-ulam-sebagai-warisan-akulturasi-kuliner/
Waktu Penyajian dan Makna Budaya
Lotek biasanya mereka sajikan sebagai makanan utama di siang hari bersama lontong dan kerupuk. Pecel juga sering mereka sajikan sebagai sarapan pagi di berbagai daerah Jawa Timur.
Memahami perbedaan antara pecel dan lotek memerlukan pemahaman tentang budaya lokal dan bahasa mereka. Keduanya menunjukkan keanekaragaman makanan Indonesia yang berasal dari kearifan lokal dan adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya. Kuliner seperti ini membuktikan bahwa setiap wilayah memiliki cara yang berbeda untuk memahami bahan makanan yang sama dan menghasilkan cita rasa yang berbeda.
Makanan bisa menjadi pintu masuk untuk memahami keberagaman sosial dan identitas kultur Indonesia. Dengan melestarikan dan mengkaji makanan seperti pecel dan lotek, kita turut menjaga sejarah, mendorong toleransi budaya, dan merayakan kekayaan rasa Nusantara.