Gulali, permen tradisional warisan kuliner khas Indonesia, kini makin jarang kita temukan. Jajanan yang dulu mudah kita jumpai di sekitar sekolah, pasar malam, atau acara rakyat, perlahan tergeser oleh maraknya jajanan modern dan camilan kemasan instan. Padahal, gulali bukan sekadar manisan, ia menyimpan cerita budaya dan sejarah panjang masyarakat Indonesia.
Dalam Peta Warisan Budaya Tak Benda 2021, pihak berwenang mencatat, gulali masuk ke dalam kategori “kuliner tradisional yang terancam punah” karena perubahan gaya hidup, tren konsumsi anak muda, dan kurangnya regenerasi penjual gulali. Hanya sekitar 30% dari 2.500 jenis makanan tradisional yang terdata masih kita produksi, dan gulali adalah salah satu yang paling langka.
Generasi Muda dan Tantangan Regenerasi
Budiman Ardiansyah, salah satu pembuat gulali di Bandung, mengatakan dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada tahun 2023, menurutnya, anak-anak sekarang lebih menyukai jualan daring. Artinya, hanya sedikit anak muda yang tertarik untuk mengikuti bisnis ini. Dalam pembuatannya, keterampilan juga penting karena ia membutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi.
Dr. Hilda Prasetyaningtyas, pakar antropologi makanan, mengatakan bahwa gulali mencerminkan kreativitas masyarakat kelas bawah dalam mengolah bahan sederhana menjadi karya yang menarik dan ekonomis. Dalam seminar kuliner Nusantara 2022, Hilda menyatakan bahwa jika kita tidak melestarikannya, maka kita akan kehilangan bagian dari identitas kuliner kita sendiri. Oleh karena itu, kita harus mengenalkan kuliner tradisional ini lebih luas lagi.
Baca juga: https://naramakna.id/buah-warisan-indramayu-yang-menjadi-icon/
Upaya Pelestarian Warisan: Belum Cukup
Beberapa komunitas yang menyukai makanan tradisional mulai mengadakan festival kecil untuk memperkenalkan kembali gulali dan makanan lawas lainnya. Meskipun demikian, upaya ini belum cukup agar gulali tidak hanya menjadi nostalgia masa kecil. Kita masih memerlukan kebijakan budaya, kurikulum pendidikan, dan insentif usaha.
Gulali adalah simbol kreativitas rakyat, warisan kuliner, dan ingatan lintas generasi. Jika kita menganggap gulali sebagai representasi budaya rakyat yang berharga dan berdaya cipta, pelestariannya akan menjadi lebih dari sekadar masalah dapur. Ini akan menjadi gerakan untuk menjaga keberagaman dan keberlanjutan budaya Indonesia.