Pendidikan

Transformasi Pendidikan: Guru Berinovasi, Masa Depan Cerah

×

Transformasi Pendidikan: Guru Berinovasi, Masa Depan Cerah

Sebarkan artikel ini
Guru Indonesia
Sumber: Paxels

Pandemi COVID-19 memang mempercepat banyak perubahan, tetapi proyeksi masa depan pendidikan sudah terlihat jauh sebelumnya. World Innovation Summit for Education (WISE) pada tahun 2014 memprediksi transformasi besar dalam sistem pendidikan. Survei ini mengindikasikan bahwa inovasi akan menjadi inti, mengubah peran pendidik, dan membentuk kembali seluruh proses pendidikan dan pembelajaran.

Masa Depan Pendidikan: Interaktif dan Inovatif

Survei WISE 2014 mengungkapkan bahwa 93% ahli pendidikan mendukung sekolah yang mengadopsi metode inovatif, pengajaran baru, dan proses kreatif (WISE, 2014:3). Hanya 7% yang mengantisipasi kembali ke nilai dan tradisi fundamental. Ini menunjukkan konsensus kuat akan perlunya perubahan dalam pendidikan.

Para ahli juga memperkirakan bahwa sekolah akan berevolusi menjadi jaringan belajar. Sumber daya online dan teknologi akan memfasilitasi peer-to-peer networking, dialog, dan pertukaran informasi, mendorong pembelajaran kolaboratif. Bahkan, 43% responden percaya konten akan didominasi platform online, sementara hanya 29% yang masih menganggap sekolah tradisional sebagai sumber utama pengetahuan. Menariknya, inovasi dalam pendidikan dipandang tidak hanya terbatas pada teknologi.

Keterampilan Pribadi dan Peran Pendidik

Survei WISE juga menyoroti perubahan prioritas keterampilan dalam pendidikan. Sebesar 75% ahli percaya bahwa keterampilan pribadi dan interpersonal akan menjadi aset paling berharga di tahun 2030, mengungguli pengetahuan akademik (hanya 42%). Temuan kunci lainnya adalah evolusi peran pendidik dari seorang pengajar menjadi fasilitator pembelajaran dalam konteks pendidikan.

Baca juga: https://naramakna.id/memos-ai-ingatan-manusia-kecerdasan-buatan-china/

Dari Teacher-Centered ke Student-Centered Learning

Model pembelajaran masa depan jelas mengamanatkan optimalisasi peran pendidik dalam mendukung Higher Order Thinking Skills (HOTS). Ini mendorong pendidik untuk terus berinovasi dan berkreasi. Pendidikan masa depan tidak hanya memanfaatkan teknologi, tetapi juga harus mengubah pendekatan dari Teacher-Centered Learning (TCL) dan kurikulum berbasis subjek (separated subject) menjadi Student-Centered Learning (SCL).

TCL dan Subject Matter Curriculum

Teacher-Centered Learning (TCL) adalah model pendidikan konvensional yang menempatkan siswa sebagai objek, bukan subjek pembelajaran. Pendidik menjadi pusat dan satu-satunya sumber ilmu, membatasi aktivitas siswa dan menganggap semua siswa homogen. Tujuan utamanya adalah transfer pengetahuan, seringkali melalui ceramah, membuat siswa pasif dan kurang kreatif. Efektivitasnya rendah, seringkali hanya mengejar target materi, dan aktivitas belajar siswa memuncak hanya menjelang ujian (Lathan, 2022).

Serupa dengan itu, subject matter (separated subject) curriculum adalah model kurikulum tertua yang menyajikan materi secara terpisah-pisah. Meskipun disusun sistematis dan logis, materi ini seringkali berupa pengetahuan masa lalu yang belum tentu relevan dengan kebutuhan dan pengalaman siswa (Sulaiman, 2013:63). Akibatnya, siswa cenderung menghafal tanpa memahami, tidak mengembangkan kemampuan berpikir, dan sulit mengintegrasikan berbagai pengetahuan. Model pendidikan ini juga kurang mempersiapkan siswa menghadapi situasi kehidupan nyata karena sifatnya yang terpisah.

Student-Centered Learning (SCL)

Di tengah perkembangan saat ini, Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa (Student-Centered Learning/SCL) menjadi pendekatan yang paling memungkinkan dalam pendidikan. SCL mengalihkan fokus pengajaran dari pendidik ke peserta didik, bertujuan mengembangkan otonomi dan kemandirian siswa (Jones, Leo., 2007). Siswa diberdayakan dengan keterampilan dan dasar-dasar cara belajar, bertanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri (Rogers, C. R., 1983; Pedersen & Liu., 2003; Hannafin & Hannafin, 2010).

SCL berfokus pada keterampilan dan praktik yang memungkinkan pembelajaran seumur hidup (long life learner) dan pemecahan masalah secara mandiri (Young & Paterson, 2007). Teori ini berakar pada konstruktivisme, menekankan peran siswa dalam membangun makna dari informasi dan pengalaman. Dalam SCL, siswa memiliki suara, memilih apa yang akan dipelajari, bagaimana mereka akan mengatur kecepatan, dan bahkan bagaimana mereka menilai pembelajaran mereka, dengan pendidik berperan sebagai fasilitator (Crumly, et.al., 2014; Hannafin & Hannafin, 2010).

Ini sangat kontras dengan TCL, di mana pendidik menentukan segalanya. SCL menuntut siswa menjadi peserta aktif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran mereka sendiri, sesuai kecepatan masing-masing (Johnson, Eli., 2013).

Merdeka Belajar: Pintu Masa Depan Pendidikan

Mengingat pertanyaan apakah ilmu yang dipelajari hari ini relevan di masa depan, pendidikan masa depan adalah pintu menuju pengetahuan tak terbatas dan masa depan yang cemerlang. Konsep Merdeka Belajar sangat relevan untuk menaungi kebutuhan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat. Konsep ini berorientasi pada capaian (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang benar-benar dibutuhkan oleh siswa di masa depan pendidikan.