Example 468x60
Pendidikan

Relevansi Pemikiran Toffler dalam Pendidikan Abad ke-21

×

Relevansi Pemikiran Toffler dalam Pendidikan Abad ke-21

Sebarkan artikel ini
Alvin Toffler
Alvin Toffler
banner 468x80

Lebih dari empat dekade setelah publikasinya, gagasan Alvin Toffler dalam Learning for Tomorrow (1974) tetap menggema kuat dalam diskursus pendidikan global. Toffler, seorang futurolog ternama, telah lama menekankan bahwa pendidikan sejatinya adalah persiapan krusial bagi masa depan individu, sebuah perjalanan yang tak hanya membekali mereka dengan informasi, melainkan juga menautkan masa lalu dan kini demi pilihan-pilihan terbaik di kemudian hari.

Inti pemikiran Toffler berakar pada perlunya pendidikan untuk memahami dan beradaptasi dengan perubahan. Ia memprediksi bahwa masa depan akan dihuni oleh individu yang tidak hanya mampu belajar hal-hal baru, tetapi juga memiliki kapasitas untuk unlearn (membongkar pengetahuan lama) dan relearn (mempelajari kembali).

Baca juga: https://naramakna.id/masa-depan-pendidikan-dan-inovasi-belajar/

Konsep learn, unlearn, and relearn, ini menjadi kunci untuk menghadapi derasnya arus informasi dan perubahan yang tak terhindarkan. Toffler bahkan menegaskan bahwa kaum buta huruf di abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, melainkan mereka yang gagap dalam proses adaptasi ini.

Dalam pandangan Toffler, perubahan yang cepat dapat memicu future shock, sebuah kondisi trauma akibat adaptasi yang mendadak. Untuk menghadapinya, masyarakat perlu mengadopsi norma sosial baru: merangkul perubahan. Hal ini membawa implikasi besar bagi dunia pendidikan, yang harus bergeser dari model tradisional menuju pendekatan yang lebih humanistik.

Perubahan Model Pendidikan Menurut Toffler
Perubahan Model Pendidikan Menurut Toffler

Pendidikan Humanistik dan Peran Teknologi

Learning for Tomorrow, mengadvokasi model pendidikan humanistik yang fokus pada pengembangan keterampilan interpersonal dan intrapersonal. Tujuan utamanya adalah membekali peserta didik dengan kemampuan menghadapi konflik nilai dan membuat keputusan di masa depan. Dalam model ini, peran pendidik dan orang tua bergeser menjadi fasilitator yang mendorong otonomi, belajar mandiri, serta tanggung jawab individu dan masyarakat.

Menariknya, Toffler juga telah meramalkan peran sentral teknologi dalam pendidikan. Ia menganjurkan eksplorasi penggunaan teknologi komunikasi, televisi, dan komputer (digital) secara desentralistik untuk melayani individu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Prediksinya dalam “Future Shock” (1970) bahwa pengetahuan akan menjadi sumber daya ekonomi terpenting di masa depan semakin memperkuat urgensi pendidikan yang berorientasi pada pembangunan pengetahuan.

Gelombang Perubahan dan Pembelajar Mandiri

Toffler juga dikenal dengan teorinya tentang The Third Wave (1980), yang menguraikan tiga gelombang peradaban manusia: revolusi pertanian, revolusi industri, dan gelombang informasi (dimulai sekitar tahun 1970-an). Gelombang ketiga inilah yang membawa kita pada era revolusi berbasis komputer dan informasi, dengan prediksi Toffler tentang kemunculan kloning, popularitas komputer pribadi, penyebaran internet dan email, hingga information overload.

Implikasi dari gelombang perubahan ini terhadap pendidikan sangat drastis. Peserta didik di masa depan tidak hanya harus menguasai pengetahuan dan keterampilan baru, tetapi juga harus siap untuk membongkar apa yang telah mereka pelajari dan dengan cepat mempelajari hal-hal baru yang mungkin merevisi atau bahkan menggantikan pengetahuan lama.

Inilah tantangan terbesar pendidikan di era informasi: mengantarkan peserta didik menjadi pembelajar mandiri (Self-Directed Learning). Seperti didefinisikan oleh Knowles (1975), belajar mandiri adalah proses di mana individu mengambil inisiatif untuk mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi sumber daya, memilih strategi, dan mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri.

Pengembangan pembelajar mandiri membutuhkan dua aspek penting: budaya belajar (learning culture) dan keterampilan belajar (learning skill). Keterampilan ini, yang sering dirangkum sebagai 4C, yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif, adalah fondasi bagi pendidikan di abad ini. Dengan mengadopsi dan mengintegrasikan pemikiran Toffler, sistem pendidikan dapat membekali generasi mendatang dengan kemampuan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam dunia yang terus berubah.

Example floating