Polytron, produsen elektronik dalam negeri, meluncurkan mobil listrik perdananya yaitu G3 dan G3+, pada awal Mei 2025. Mobil ini menjadi salah satu kendaraan listrik murni (EV) buatan lokal yang mereka rancang khusus untuk pasar Indonesia, dan melengkapinya dengan baterai lithium ferro phosphate (LFP) berkapasitas 51,9 kWh. Dalam sekali pengisian, mobil ini mampu menempuh jarak hingga 402 km berdasarkan standar CLTC.
Inovasi yang mereka tawarkan tidak hanya berhenti pada teknologi jarak tempuh. Polytron juga memperkenalkan skema Battery-as-a-Service (BaaS), yang memungkinkan konsumen menggunakan mobil listrik tanpa harus membeli baterai secara langsung.
Polytron menyewakan baterai dengan garansi seumur hidup selama pelanggan tetap berlangganan layanan tersebut.
“Dengan skema ini, kami bisa menekan biaya awal, dan masyarakat tidak lagi perlu mengkhawatirkan masa pakai baterai,” tulis pihak Polytron dalam keterangan resmi di situs resminya.
Peran Polytron dalam Ekosistem EV Nasional
Peluncuran mobil listrik ini sejalan dengan langkah strategis pemerintah dalam membangun rantai pasok kendaraan listrik nasional. Indonesia saat ini mengembangkan proyek pabrik baterai lithium-ion di Karawang dan Maluku Utara melalui kerja sama dengan investor Tiongkok, dengan total investasi mencapai USD 6 miliar.
Mereka menargetkan pabrik tersebut mulai beroperasi akhir 2026 dengan kapasitas awal 6,9 GWh, dan memperluasnya hingga 40 GWh untuk mendukung industri EV dan energi terbarukan yang dilansir dari Reuters.

Baca Juga: https://naramakna.id/dari-kabel-ke-kode-perjalanan-pesawat-fly-by-wire/
Potensial Indonesia Sebagai Pusat Hilirisasi Baterai
Indonesia sendiri memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, menjadikannya sebagai pusat hilirisasi baterai kendaraan listrik dunia. Kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, memainkan peran penting dalam pasokan nikel global dan menyerap lebih dari 100.000 tenaga kerja.
Pemerintah menargetkan produksi 600.000 unit mobil listrik roda empat per tahun pada 2030. Dengan kehadiran industri otomotif nasional memiliki peluang besar untuk memperkuat posisi dalam peta EV global.
Langkah Polytron memasuki pasar kendaraan listrik tidak sekadar menjadi penanda kemajuan teknologi otomotif nasional, tetapi juga mencerminkan kesiapan Indonesia membangun ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir.
Di tengah gencarnya pembangunan pabrik baterai nasional dan dorongan pemerintah memperkuat industri hilir nikel, kita patut mengapresiasi kehadiran produsen lokal seperti Polytron.
Oleh karena itu, skema Battery-as-a-Service yang mereka usung juga menunjukkan pendekatan inovatif terhadap tantangan aksesibilitas dan edukasi pasar terhadap kendaraan listrik.