Horison

Mal Sepi, Digital Berjaya: Belanja Urban Bergeser

×

Mal Sepi, Digital Berjaya: Belanja Urban Bergeser

Sebarkan artikel ini
Mall Sepi
Ilustasi AI

Mal, sebagai tempat ritual kelas menengah urban menghabiskan waktu luang, kini mengalami masa sepi. Dulu, ritual jalan-jalan, sekadar melihat-lihat toko, atau makan bersama keluarga di area makanan mal menjadi kebiasaan. Namun, aktivitas ini kini beralih ke ritual membuka situs toko daring. Joko Widodo, saat menjabat presiden, pernah mendorong kembali ritual kelas menengah urban ini dengan mengunjungi mal untuk berbelanja, makan, dan potong rambut.

Di sisi lain, banyak mal di berbagai kota besar Indonesia melaporkan sepinya penyewa. Banyak toko tutup karena pembeli yang sepi. Bahkan, beberapa mal memiliki jumlah penyewa yang dapat dihitung dengan jari. Orang-orang meninggalkan mal dan beralih ke ponsel untuk “jalan-jalan”.

Perubahan gaya hidup yang sedang berlangsung terjadi. Namun, filosofi “saya berbelanja, maka saya ada” tetap menjadi porosnya. Belanja menjadi pusat perilaku gaya hidup. Hanya saja, kini berpindah dari mengunjungi mal ke “mengunjungi” tempat berbelanja. Cara membeli mengalami perubahan. Namun, barang yang dibeli tetap menunjukkan eksistensi.

CNBC Indonesia melaporkan bahwa Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyebutkan pandemi COVID-19 menyebabkan hilangnya setidaknya 30% pengunjung. Sementara itu, Kompas.com melaporkan fenomena banyaknya mal kosong di Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: https://naramakna.id/tren-remote-working-di-indonesia/

Kompas.com menjelaskan bahwa di Jakarta, tingkat hunian mal hanya mencapai 73,4%, sehingga dari 4,95 juta meter persegi, 131,67 hektar ruang mal kosong. Kondisi mal di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tidak jauh berbeda. Tingkat huniannya hanya mencapai 68,3% dari ketersediaan pasokan ritel 3,27 juta meter persegi.

Berkembangnya e-commerce menjadi salah satu penyebab sepinya mal. Banyak orang lebih memilih berbelanja dari rumah daripada pergi keluar rumah. Teknologi digital mengubah gaya hidup dalam berbelanja.

Banyak mal kini mengubah strategi dalam memikat pengunjung. Misalnya, mereka secara rutin menyelenggarakan berbagai acara. Bahkan, mereka mengundang penjual makanan lokal yang terkenal. Pengunjung mendapatkan pengalaman baru saat mengunjungi mal. Adu kreativitas dan inovasi manajemen mal pun berlangsung seperti yang terjadi sekarang.

Kemampuan kreatif dan inovatif itulah yang menjadi tulang punggung mal. Ini bukan sekadar menjual lokasi strategis dan arsitektur yang menawan. Tapi, manajemen mal harus mencari cara mengisi kegiatan yang bisa menarik minat pengunjung. Kelas menengah urban kini mengikuti ritual baru yang mereka hadiri di mal.