Laga & Gaya

Kesehatan Mental Anak Dimulai dari Rumah

Pinterest Nguyenthihuehd

Di Indonesia, keluarga masih kita percaya sebagai pilar utama dalam pertumbuhan anak. Namun, tak semua anak tumbuh dalam lingkungan keluarga yang aman, berkembang serta bisa mengganggu kesehatan mental nya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, sebanyak 47% kasus kekerasan terhadap anak terjadi di dalam lingkungan keluarga.

Dari 3.122 laporan yang masuk, banyak di antaranya mencakup kekerasan fisik, psikis, hingga penelantaran oleh orang tua kandung atau wali.

Peran Kehadiran Fisik dan Emosional Orang Tua

Selain itu, data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS 2022 menunjukkan bahwa 76,4% anak usia sekolah (7–17 tahun) yang tinggal bersama kedua orang tuanya memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan dan fasilitas dasar, dibandingkan mereka yang hidup dengan satu atau tanpa orang tua.

Angka-angka tersebut mencerminkan bahwa keluarga, yang semestinya menjadi tempat perlindungan, justru menjadi sumber trauma bagi sebagian anak, serta kehadiran orang tua secara fisik masih menjadi faktor penentu dalam mendukung pemenuhan hak-hak dasar anak.

Penelitian dari Harvard University Center on the Developing Child menunjukkan bahwa anak yang mendapat kasih sayang, respons positif, dan komunikasi terbuka dari orang tua memiliki perkembangan otak yang lebih sehat dan lebih mampu mengatasi stres.

Stimulasi sosial dan emosional yang memadai sejak usia dini terbukti memperkuat kemampuan belajar, pengelolaan stres, dan resiliensi anak dalam menghadapi tantangan.

Baca Juga: https://naramakna.id/revolusi-belajar-bukan-sekadar-akademik/

Fondasi Kesehatan Mental Anak di Keluarga

Hubungan keluarga yang harmonis terbukti menjadi tameng utama bagi kesehatan mental anak. Dalam laporan Profil Kesehatan Indonesia juga, Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa satu dari sembilan anak di Indonesia menunjukkan gejala depresi, mulai dari ringan hingga berat.

Temuan tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengalami gangguan tersebut berasal dari keluarga dengan pola komunikasi yang buruk.

Namun, kehadiran saja tidak cukup. Psikolog anak, Vera Itabiliana, dalam seminar daring Parenting Indonesia menegaskan bahwa anak membutuhkan kehadiran yang penuh perhatian. “Anak-anak tak hanya membutuhkan pemenuhan kebutuhannya, tapi juga perlu didengar, dipahami, dan diajak berinteraksi,” ujarnya.

Terlihat jelas bahwa kualitas hubungan anak dengan keluarga menjadi penentu utama masa depannya.

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, pendidik, maupun masyarakat, untuk memperkuat peran keluarga sebagai ruang tumbuh yang sehat dan aman bagi anak Indonesia.

Exit mobile version