Siapa sangka, kekuatan super dan alunan keroncong bersatu dalam harmoni tak terduga!
Di tengah gempita persiapan perilisan film Superman (2025), Warner Bros Indonesia mengejutkan publik dengan mengumumkan kolaborasi unik mereka. Mereka menunjuk grup musik keroncong kenamaan, Keroncong Tujuh Putri, untuk membawakan kembali theme song ikonis sang Man of Steel dengan sentuhan musikal khas Nusantara, yaitu keroncong.
Pengumuman ini sontak menjadi buah bibir. Lagu tema Superman yang selama ini dikenal megah, heroik, dan identik dengan orkestra Barat yang menggelegar, kini Keroncong Tujuh Putri persembahkan dalam irama keroncong yang lincah, syahdu, namun tetap energik.
Bayangkan suara ukulele, cak, cuk, dan cello mengiringi terbangnya Clark Kent di langit Metropolis!

Memodernisasi Tradisi
Keroncong Tujuh Putri berdiri sebagai salah satu grup musik keroncong wanita paling menonjol di Indonesia saat ini. Mereka dikenal dengan aransemen yang segar dan vokal yang memukau. Grup ini berhasil menarik perhatian generasi muda tanpa meninggalkan esensi keroncong tradisional. Mereka sering membawakan lagu-lagu keroncong klasik dengan sentuhan modern, serta mengadaptasi lagu-lagu populer ke dalam genre keroncong, menunjukkan fleksibilitas dan kreativitas mereka.
Keroncong Tujuh Putri tak hanya populer di panggung-panggung musik keroncong, tetapi juga aktif di media sosial. Mereka memanfaatkan platform tersebut untuk memperkenalkan keroncong kepada khalayak yang lebih luas. Dedikasi mereka terhadap pelestarian dan pengembangan musik keroncong telah menjadikan mereka duta genre ini di era kontemporer. Kolaborasi dengan Warner Bros Indonesia untuk theme song Superman (2025) jelas membuktikan pengakuan atas kualitas dan potensi Keroncong Tujuh Putri dalam membawa musik keroncong ke ranah internasional.
Baca juga: https://naramakna.id/menjelajahi-kuantan-singingi-kota-asal-pacu-jalur/
Menelusuri Jejak Sejarah Musik Keroncong
Musik keroncong memiliki sejarah panjang dan kaya di Indonesia. Akarnya berasal dari musik Fado Portugis yang para pelaut dan pedagang bawa ke wilayah Nusantara pada abad ke-16. Awalnya dikenal sebagai Moresco, musik ini kemudian beradaptasi dengan budaya lokal dan berkembang menjadi keroncong.
Ciri khas keroncong terletak pada penggunaan instrumen seperti ukulele, gitar, cello, biola, contra bass, dan flute, dengan vokal yang khas dan melodi yang cenderung melankolis namun ritmis. Keroncong awalnya sangat populer di kalangan masyarakat pesisir, lalu menyebar ke seluruh Jawa, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Solo, dan Yogyakarta.
Pada era penjajahan Belanda, keroncong menjadi musik perlawanan dan ekspresi identitas bangsa. Setelah kemerdekaan, keroncong semakin berkembang dan mencapai puncak kejayaannya pada pertengahan abad ke-20, dengan munculnya banyak maestro dan penyanyi keroncong legendaris seperti Gesang dan Waldjinah.
Meskipun sempat mengalami pasang surut, keroncong tetap bertahan dan terus berinovasi. Generasi musisi muda kini berusaha menghidupkan kembali genre ini dengan aransemen yang lebih modern dan kolaborasi lintas genre, seperti yang Keroncong Tujuh Putri tunjukkan. Kolaborasi ini membuktikan bahwa keroncong adalah warisan budaya yang tak lekang oleh waktu, mampu beradaptasi, dan tetap relevan di tengah perkembangan musik global.