Ledakan kunjungan wisatawan kini menyebabkan dampak serius pada kawasan alam Jawa Barat. Gejala kelebihan kapasitas dan penurunan kualitas lingkungan semakin terlihat di destinasi favorit seperti Pantai Selatan, kawasan curug, dan Taman Hutan Raya (Tahura).
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat mencatat bahwa kunjungan wisatawan kerap melampaui daya dukung harian yang ideal, terutama di akhir pekan dan musim libur panjang.
Laporan DLH Jabar mengungkapkan bahwa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti menerima sekitar 1.800 ton sampah per hari dari wilayah Bandung Raya, termasuk Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Cimahi.
Dari jumlah itu, Kota Bandung menyumbang sekitar 70–75% timbulan sampah, dengan salah satu penyumbang terbesar berasal dari kawasan wisata dan pasar tradisional. Pasar Caringin menyumbang 21 ton sampah setiap hari, melebihi volume gabungan dari daerah lainnya.
Angka-angka tersebut menggambarkan ketimpangan antara pertumbuhan aktivitas manusia dengan kapasitas infrastruktur lingkungan yang tersedia.
Dampak Nyata Pada Kualitas Lingkungan
Penurunan kualitas lingkungan juga tercermin dari tingkat pencemaran air dan tanah di kawasan wisata yang kini masuk kategori rawan.
Salah satu indikatornya adalah rusaknya tumbuhan di tepian sungai akibat aktivitas pengunjung yang tidak terkendali. Belum lagi masalah mutu air sungai yang terkontaminasi limbah rumah tangga dan sampah plastik wisatawan.
DLH Jabar merespons krisis ini dengan memberlakukan pembatasan jumlah kunjungan harian sejak Juni 2025. Kebijakan ini menerapkan di kawasan prioritas yang sudah menunjukkan tekanan tinggi terhadap lingkungan.
Mereka kini mengatur kuota maksimal pengunjung harian berdasarkan kapasitas daya dukung ekologis masing-masing lokasi, yang menghitung dari parameter jumlah sampah, akses air bersih, dan ketersediaan area resapan.

Harapan dari Pembatasan Kunjungan Harian Wisata Jawa Barat
Hasil awal dari penerapan sistem ini menunjukkan harapan. Laporan Interim DLH Jabar Juli 2025 menunjukkan bahwa dalam kurun tiga pekan, volume sampah harian menurun 15–20% di lokasi uji coba seperti Curug Cimahi dan Pantai Pangandaran.
Persentase penurunan ini mencerminkan bahwa ketika arus pengunjung terkontrol secara sistematis, jumlah sampah yang dihasilkan pun ikut turun secara signifikan.
Dampaknya tidak hanya pada kebersihan lokasi wisata, tetapi juga berimbas positif pada kenyamanan warga sekitar, terlihat dari menurunnya keluhan tentang limbah dan kemacetan.
Guna mendukung keberhasilan program, DLH Jabar meningkatkan infrastruktur pendukung seperti tempat sampah terpilah, sistem sanitasi ramah lingkungan, dan petugas edukasi pengunjung.
Kita patut mengapresiasi langkah pembatasan kunjungan harian yang DLH Jabar terapkan sebagai upaya nyata mengembalikan keseimbangan antara aktivitas wisata dan kelestarian lingkungan.
Oleh sebab itu, menjaga alam bukanlah soal membatasi orang berkunjung, melainkan soal mengatur ulang cara kita berinteraksi dengan lingkungan secara lebih bijak dan bertanggung jawab.