Indonesia melawan Malaysia adalah pertandingan yang selalu penuh semangat. Ketika Timnas Indonesia meraih kemenangan, ada kalanya pendukung Malaysia melontarkan komentar-komentar. Sebaliknya, jika Timnas Malaysia kalah, pendukung Indonesia juga sesekali memberikan tanggapan yang serupa. Semarak di luar lapangan ini menambah warna pada pertandingan, meskipun kadang intensitasnya bisa berlebihan.
Di tingkat ASEAN, pertanyaan muncul mengapa Malaysia menjadi musuh bebuyutan utama, bukan Vietnam, Thailand, Myanmar, atau Filipina. Pertandingan ini bahkan mendapat julukan derby ASEAN, el Clasico ASEAN, dan pertandingan panas sepanjang masa. Padahal, kedua tim nasional ini belum menunjukkan prestasi hebat di tingkat Asia atau dunia, peringkat FIFA mereka masih di atas 100. Kedua negara ini belum setangguh timnas dari Timur Tengah atau Asia Timur.
Namun, pertandingan Indonesia-Malaysia tampaknya memiliki magnet tersendiri yang menarik perhatian masyarakat Indonesia dan Malaysia.
Tampaknya, pertandingan sepak bola hanyalah katalisator dari persaingan dua bangsa serumpun ini. Di balik itu, terdapat banyak persaingan dan sentimen kebangsaan antara kedua negara. Misalnya, soal bahasa, yang membuat orang Indonesia sangat bangga ketika Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi UNESCO, padahal Malaysia sedang berkampanye untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN.
Baca juga:https://naramakna.id/timnas-indonesia-dan-asa-suporter-di-saudi/
Persaingan juga terjadi saat klaim Malaysia terhadap kekayaan budaya Indonesia mencuat, mulai dari batik hingga rendang. Padahal, dunia mengakui batik dan rendang sebagai milik Indonesia, bukan Malaysia. Meskipun batik dan rendang memang ada di Malaysia, asal-usulnya berasal dari Indonesia.
Belum lagi soal Pekerja Migran Indonesia. Negara kita sering menerima perlakuan meremehkan dan melecehkan sebagai penghasil tenaga kerja kasar di Malaysia. Istilah pendatang haram pun sering dialamatkan kepada para pekerja migran Indonesia. Ketika kini Malaysia diserbu tenaga kerja asal Bangladesh, orang Indonesia menjuluki negara itu sebagai Malaydesh.
Fenomena benci tapi rindu antara Indonesia dan Malaysia sudah berlangsung lama. Kedua bangsa itu terkesan saling membenci, tetapi hanya di tataran media sosial. Namun, mereka saling merindukan karena memang merupakan bangsa serumpun.
Semua itu akhirnya mengentalkan bumbu dan tersalurkan dalam pertandingan sepak bola. “Indonesia harus selalu mengalahkan Malaysia,” kata pendukung Timnas Garuda, “agar kejayaan dan keperkasaan Indonesia bisa tercermin.” Begitu juga pendukung Harimau Malaya, yang menganggap kehebatan Malaysia harus tercermin dari tim sepak bolanya.
Bumbu inilah yang menjadikan pertandingan Indonesia-Malaysia selalu agak lain dibandingkan pertandingan Indonesia melawan Argentina atau Indonesia melawan Arab Saudi.