Laga & Gaya

Dari Ngopi ke Ngoding: Kafe Bandung Adalah Kantor Kita

×

Dari Ngopi ke Ngoding: Kafe Bandung Adalah Kantor Kita

Sebarkan artikel ini
Kafe Workingspace

Gemuruh mesin espresso berpadu dengan ketukan keyboard laptop. Aroma kopi menguar, berbaur dengan konsentrasi serius dari para pekerja di balik layar gawai. Pemandangan ini bukan lagi aneh di Kota Bandung.

Kafe-kafe, yang dulu identik dengan tempat bersantai dan kongko, kini telah bertransformasi menjadi kantor kedua bagi banyak individu, terutama para pekerja Work From Cafe (WFC). Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan sebuah adaptasi gaya kerja yang menawarkan produktivitas dan inspirasi.

Daya Tarik Kafe: Lebih dari Sekadar Kopi

Transformasi kafe menjadi ruang kerja alternatif didorong oleh beberapa faktor kunci yang secara signifikan memengaruhi produktivitas dan kesejahteraan pekerja.

1. Suasana yang Mendukung Produktivitas dan Kreativitas

Lingkungan kantor konvensional seringkali terasa kaku dan monoton, sementara rumah menyajikan terlalu banyak gangguan pribadi. Kafe, di sisi lain, menawarkan atmosfer yang unik, santai namun tetap profesional.

Peneliti Ravi Mehta dan Rui Zhu dalam Journal of Consumer Research (2012) menemukan bahwa tingkat kebisingan sedang, seperti yang lazim di kafe (sekitar 70 desibel), justru dapat meningkatkan kreativitas dan kinerja kognitif.

Suasana ini sangat relevan di Bandung, di mana kafe-kafe secara cermat merancang interior estetik, pencahayaan hangat, dan alunan musik yang menenangkan, secara langsung menciptakan ambience ideal untuk berpikir dan berinovasi.

Baca juga: https://naramakna.id/coffee-shop-indonesia-simbol-gaya-hidup/

Foto- Rumah Marta Creative Working Space
Sumber Foto: Rumah Marta Creative Working Space

2. Fleksibilitas dan Kesegaran Lingkungan Kerja

Rutinitas yang sama setiap hari dapat menurunkan motivasi. Bekerja di kafe memberikan keleluasaan untuk mengganti suasana, yang terbukti efektif mencegah kejenuhan. Kemampuan untuk berpindah-pindah lokasi kerja secara periodik menyegarkan pikiran dan membantu otak melihat tantangan dari perspektif baru.

Dengan estimasi lebih dari 1.000 kafe yang tersebar di seluruh penjuru Bandung, para pekerja memiliki beragam pilihan, mulai dari kafe bernuansa industrial, vintage, minimalis, hingga yang menyatu dengan alam di kawasan Dago atau Lembang.

3. Infrastruktur Digital yang Mumpuni

Di era digital saat ini, koneksi internet adalah nadi pekerjaan. Kafe-kafe modern di Bandung memahami kebutuhan fundamental ini dengan berinvestasi pada penyediaan Wi-Fi yang stabil dan cepat. Ketersediaan stop kontak yang memadai juga menjadi daya tarik utama.

Sebuah survei independen yang dilakukan oleh beberapa komunitas coworking di Bandung pada awal 2024 mengindikasikan bahwa kecepatan internet dan akses listrik menjadi dua faktor penentu utama bagi 70% responden saat memilih kafe untuk WFC.

4. Akses Mudah ke Konsumsi dan Kenyamanan

Rasa lapar atau haus di tengah jam kerja dapat mengganggu fokus. Di kafe, semua kebutuhan ini tersedia dalam jangkauan. Ini menghilangkan kebutuhan untuk berhenti bekerja dan mencari makanan atau minuman sendiri. Aroma kopi yang baru diseduh juga seringkali berfungsi sebagai mood booster alami yang menstimulasi energi positif.

Reputasi Bandung sebagai kota kuliner mendukung hal ini, di mana kafe menyajikan tidak hanya kopi berkualitas, tetapi juga ragam makanan dan camilan lezat yang memanjakan selera.

5. Peluang Jaringan dan Kolaborasi Informal

Kafe secara efektif berfungsi sebagai coworking space informal. Fenomena ini memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan profesional dari berbagai latar belakang. Tidak jarang percakapan singkat dengan orang di meja sebelah berkembang menjadi diskusi mendalam, kolaborasi potensial, atau bahkan peluang bisnis baru.

Bandung, dengan populasi mahasiswa yang besar dan ekosistem startup yang dinamis, menjadi melting pot alami bagi para freelancer, desainer, programmer, dan pengusaha muda yang memanfaatkan kafe sebagai medium networking yang organik dan tidak terstruktur.

Baca juga: https://naramakna.id/bandung-paris-van-java-jantung-mode-indonesia-yang-berdenyut-kuat/

Data Pekerja WFC di Bandung

Meskipun data resmi tentang jumlah pekerja WFC di Bandung masih terbatas, indikasi kuat dapat ditarik dari beberapa sumber.

Peningkatan Okupansi Kafe di Jam Kerja

Pemilik kafe di pusat kota dan area perkantoran seperti Dipatiukur, Dago, atau Riau secara konsisten melaporkan peningkatan signifikan okupansi pada jam-jam kerja (pukul 09.00-17.00 WIB) selama hari kerja. Rata-rata, okupansi kafe yang populer untuk WFC dapat mencapai 60-80% pada jam-jam tersebut.

Profil Pengunjung

Mayoritas pengunjung pada jam kerja adalah individu yang menggunakan laptop, tablet, atau alat kerja lainnya. Mereka terdiri dari freelancer, pekerja remote, mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir, atau bahkan karyawan perusahaan yang mencari suasana kerja baru.

Ketersediaan Fasilitas

Tren penyediaan coworking space di dalam kafe atau kafe yang sengaja dirancang dengan banyak stop kontak dan meja luas menjadi bukti permintaan yang tinggi dari segmen pekerja WFC.

Fenomena kafe sebagai kantor kedua di Bandung merefleksikan adaptasi masyarakat terhadap gaya kerja modern yang menuntut fleksibilitas, kenyamanan, dan stimulasi. Kafe-kafe di Bandung tidak hanya menjual kopi, tetapi juga menawarkan ekosistem yang mendukung produktivitas, kreativitas, dan peluang.