Example 468x60
Laga & Gaya

Anak Muda Dagang Jalanan, Pilihan Realistis

×

Anak Muda Dagang Jalanan, Pilihan Realistis

Sebarkan artikel ini
Tangkapan Layar Bangdim & lapaknekad
banner 468x80

Di tengah stigma bahwa generasi anak muda lebih menyukai pekerjaan bergaji tetap atau karir kantoran, trend berbeda muncul di Kota Bandung.

Anak muda kini semakin banyak yang memilih menjadi pedagang kaki lima (PKL), sebuah pekerjaan yang dahulu kerap masyarakat pandang sebelah mata. Gengsi perlahan runtuh, digantikan semangat berwirausaha dan kemandirian ekonomi.

Pemerintah Kota Bandung mencatat pada tahun 2021 lebih dari 22.000 pedagang kaki lima tersebar di berbagai wilayah kota. Meskipun data ini tidak secara eksplisit menyebutkan usia berbagai temuan lapangan dan kajian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku PKL saat ini justru berasal dari kalangan usia muda terutama 20–35 tahun.

Angka tersebut menunjukkan bahwa mayoritas PKL muda melakukannya bukan karena terpaksa melainkan karena mereka menyadari peluang ekonomi yang lebih fleksibel, mandiri, dan cepat menghasilkan.

Inovasi dan Adaptasi Pedagang Anak Muda

Fenomena ini juga terlihat di kawasan Braga, Cibadak, Ciwastra, serta Dago, yang kini dipenuhi pedagang muda dengan produk kekinian seperti kopi literan, ayam geprek, roti bakar varian, sampai thrift shop pakaian.

Mereka memanfaatkan media sosial untuk promosi dan memadukan gaya berdagang tradisional dengan pendekatan digital.

Dosen Sosiologi Perkotaan Universitas Padjadjaran, Reni Oktaviani, menilai tren ini sebagai bukti adanya pergeseran nilai dalam cara pandang generasi muda.

Ia menyebutkan bahwa anak muda kini tidak lagi menjadikan berdagang di jalanan sebagai hal yang memalukan. Sebaliknya mereka memposisikan bisnis kaki lima sebagai medium ekspresi diri sekaligus ruang untuk menuangkan kreativitas, yang situs sites.unpad.ac.id melansir.

Baca Juga: https://naramakna.id/laundry-kebutuhan-masyarakat-modern/

Dukungan Pemerintah dan Tantangan

Pemerintah Kota Bandung pun mulai mengakomodasi perkembangan ini dengan kebijakan zonasi PKL serta program Kartu Pedagang yang mereka atur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2011. Tujuannya adalah agar pedagang muda bisa beraktivitas secara legal, tertata, dan terhubung dengan akses pelatihan maupun permodalan.

Meski tantangan tetap ada dari keterbatasan tempat hingga pengusiran zonasi, semangat anak muda Bandung untuk berdagang tetap menyala. Mereka bukan hanya menjual barang, tetapi juga merintis masa depan. Mereka menurunkan gengsi demi bertumbuh.

Maka dari itu ini bukan hanya sekedar strategi bertahan hidup tetapi bentuk kemandirian, kreativitas, dan adaptasi terhadap realitas ekonomi.

Negara seharusnya tidak hanya menata tetapi juga mendukung penuh pergerakan ini dengan kebijakan yang berpihak pada wirausaha muda jalanan, karena di balik lapak kecil tersimpan semangat besar membangun masa depan.

Example floating