Example 468x60
Horison

Psikolog Jawa Barat: Potret Kesenjangan RI

×

Psikolog Jawa Barat: Potret Kesenjangan RI

Sebarkan artikel ini
Sumber: Ikatan Psikologis Klinis Indonesia
banner 468x80

Masyarakat semakin menyadari pentingnya kesehatan mental tetapi distribusi tenaga profesional masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Jawa Barat saat ini memiliki jumlah psikolog klinis terbanyak di Indonesia, namun kesenjangan layanan kesehatan mental antardaerah masih sangat mencolok.

Berdasarkan data dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) per Juli 2025, 791 psikolog klinis berdomisili di Jawa Barat, mengungguli DKI Jakarta (606), Jawa Tengah (474), dan Jawa Timur (416).

Sebaran ini mendorong tingginya jumlah penduduk serta konsentrasi fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di wilayah tersebut, khususnya di kota-kota besar seperti Bandung, Bekasi, dan Depok.

Urgensi dan Dampak Kesenjangan Layanan

Data Riskesdas menunjukkan 6,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan mental emosional, dan 0,18% mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Kementerian Kesehatan bahkan memperkirakan angka ini naik pasca pandemi, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

Angka-angka tersebut mengungkap bahwa kesehatan mental bukan lagi isu pinggiran melainkan persoalan nasional yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Meskipun stigma terhadap gangguan jiwa masih tinggi data menunjukkan urgensi penyediaan layanan kesehatan mental yang inklusif, terjangkau, dan tersebar merata.

Psikolog klinis berperan krusial dalam deteksi dini, terapi, dan rehabilitasi pasien dengan gangguan psikologis. Tanpa kehadiran tenaga profesional ini di daerah-daerah tertinggal penderita gangguan mental sering kali tidak tertangani atau hanya mendapatkan perawatan seadanya.

Baca Juga: https://naramakna.id/sungai-citarum-dulu-jantung-kini-beracun/

Langkah Pemerintah dan Solusi Struktural Jawa Barat

Bappeda Jabar menyebutkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri telah mendorong program penempatan psikolog klinis di puskesmas, sebagai upaya menekan angka depresi dan memperluas layanan kesehatan jiwa ke akar rumput.

Situasi ini mendorong kebijakan yang lebih progresif dari pemerintah pusat dan daerah untuk menempatkan psikolog klinis secara merata memberikan insentif bagi tenaga profesional yang bersedia bekerja di daerah tertinggal, dan mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam sistem jaminan kesehatan nasional secara lebih efektif.

Oleh karena itu, kesehatan mental bukan hanya isu personal melainkan persoalan struktural yang harus ditangani dengan distribusi layanan yang adil. Meskipun Jawa Barat mencatat prestasi sebagai provinsi dengan jumlah psikolog klinis terbanyak, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam menjamin kesehatan jiwa warganya secara merata.

Dengan demikian, solusi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan dimensi budaya agar layanan kesehatan mental dapat diterima, diakses, dan relevan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Example floating