Example 468x60
Laga & Gaya

Warna dan Gender: Konstruksi Sejarah Budaya

×

Warna dan Gender: Konstruksi Sejarah Budaya

Sebarkan artikel ini
Warna Biru dan Pink
Warna Biru dan Pink
banner 468x80

Selama bertahun-tahun, warna telah digunakan sebagai simbol identitas gender dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pakaian bayi hingga desain barang untuk orang dewasa dan remaja.

Warna biru sering orang kaitkan dengan laki-laki di dunia modern, sementara merah muda (pink) atau merah sering orang kaitkan dengan perempuan. Namun demikian, asosiasi ini merupakan konstruksi budaya yang berkembang seiring waktu.

Sejarah Asosiasi Warna dan Gender

Studi yang Smithsonian Institution lakukan (2011) menyatakan bahwa sebelum abad ke-20, warna tidak memiliki konotasi gender yang konsisten. Bahkan pada awal abad ke-20, merah mereka anggap lebih cocok untuk anak laki-laki karena merupakan versi “lembut” dari merah yang maskulin, sementara biru mereka anggap lebih lembut dan lebih cocok untuk anak perempuan. Namun, pada tahun 1940-an, industri pakaian anak di Amerika menetapkan standar warna baru, biru untuk anak laki-laki dan merah muda untuk anak perempuan, untuk mempercepat produksi massal pakaian.

Dalam buku Psychologie de la Couleur (2000), seorang pakar psikologi warna mengatakan bahwa stereotip sosial dan pemasaran lebih banyak mempengaruhi asosiasi warna dengan gender daripada preferensi biologis. Ia menyatakan bahwa stereotip tersebut diperkuat oleh kampanye iklan di Barat pada tahun 1950-an dan 1980-an. Hingga saat ini, bisnis produk anak-anak terus membedakan kemasan dan desain berdasarkan warna gender.

Baca juga: https://naramakna.id/gaya-sepatu-olahraga-lari-gym/

Pengaruh Globalisasi dan Pergeseran Makna Warna

Pilihan warna untuk mainan, produk bayi, dan media visual di Indonesia juga mengikuti tren warna ini. Rahmi Anindita (2023), seorang peneliti budaya visual dari Universitas Indonesia, menekankan bahwa preferensi warna yang orang anggap “alami” sebenarnya merupakan akibat dari iklan globalisasi dan gaya hidup pop Barat, yang membentuk budaya konsumsi.

Ketika warna biru, merah, dan pink digunakan sebagai simbol gender, warna menjadi alat komunikasi sosial. Perilaku anak sejak dini terpengaruh oleh ekspektasi, pembentukan identitas, dan bahkan kontrol sosial.

Memahami sejarah warna ini membantu kita merenungkan bagaimana konstruksi budaya dapat memengaruhi preferensi dan perilaku, bahkan dalam hal-hal kecil seperti memilih warna pakaian anak.

Batasan warna berdasarkan gender mulai dihapus di era modern karena tren unisex dan kampanye kesetaraan gender. Ini menunjukkan bahwa interpretasi warna merupakan hasil tafsir budaya yang dapat berubah dan bukanlah pilihan alam.

Example floating