Di Indonesia, nasi kuning telah mengalami perjalanan menarik dari hidangan ritual ke makanan kaki lima yang populer. Awalnya, hingga awal tahun 2000-an, banyak keluarga secara sederhana merayakan ulang tahun anak-anak mereka dengan nasi kuning buatan ibu. Hidangan ini dilengkapi dengan telur dadar, bawang goreng, cabai merah goreng, dan kadang-kadang ditambah sambal kacang dan ayam goreng.
Makna Simbolis
Sebelumnya, nasi kuning secara kuat identik dengan acara ritual atau selamatan, terutama yang terkait dengan daur hidup manusia seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Banyak juga bentuk selamatan, ritual, atau perayaan istimewa lainnya yang membutuhkan nasi kuning. Sega punar, misalnya, adalah nasi kuning yang diselipkan janur kuning. Nasi kuning ini membawa makna simbolis yang dalam.
Sega punar, sebagai contoh, menyimbolkan penyerahan segala sesuatu kepada Pemilik Kehidupan. Tumpeng kuning pula menyimbolkan terangnya jiwa agar hati orang yang diselamati menjadi terang. Nasi kuning juga melambangkan kesucian jiwa dan raga.
Menurut Tantri Raras Ayuningtyas (2017), “Makna yang diambil dari selamatan nasi kuning, lambang warna kuning pada nasi ini berlambang keemasan. Nasi kuning dianggap sebagai lambang kejayaan dan harapan apa yang diinginkan dapat terkabul di masa yang akan datang.”
Baca juga: https://naramakna.id/dunia-mengakui-kuliner-indonesia-sebuah-perjalanan-rasa/
Nasi Kuning Sebagai Usaha Kecil
Sekarang, nasi kuning lebih terkait dengan usaha kecil daripada ritual sosial. Nasi kuning bukan lagi soal makna kesucian jiwa, kejayaan masa depan, atau terkabulnya harapan, melainkan soal dagangan. Ukurannya adalah laris atau tidak laris, yang biasanya berkaitan dengan enak atau tidak enak.
Pada pagi hari, kita dengan mudah menemukan penjual nasi kuning. Hampir di setiap pojok kampung, seseorang menjual nasi kuning. Para penjual ini tidak sedang memanfaatkan pengenalan rasa kolektif atas nasi kuning, melainkan sering kali karena itulah yang dapat mereka lakukan untuk memperoleh pendapatan. Ada yang kemudian menjadi pedagang nasi kuning yang cukup laris, tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Namun, kita semua umumnya cukup akrab dengan nama dan rasa nasi kuning ini.
Di Bandung, beberapa pedagang nasi kuning yang terkenal berada di Pungkur, Pasir Koja, dan Cikawao. Setiap kota biasanya memiliki pedagang nasi kuning terkenalnya. Orang-orang mengantre membeli nasi kuning, tidak hanya di pagi hari tetapi juga di malam hari.
Siapa yang menjaga menyantap nasi kuning sarapannya pagi tadi?